Hufff..... carriel atau ransel gunung terpasang di punggung ku, aku menarik sambil sedikit melompat untuk mengencangkan posisi cerriel tepat antara bahu ku, aku mulai berjalan dengan kawan seorganisasi, jalan yang datar serta di penuhi pohon Pinus yang indah dan beraturan.
Jalan pinus mulai berganti dengan hutan belantara, jalur yang landai berganti sedikit menanjak, pohon Pinus yang beraturan mulai menghilang namun berganti dengan pohon yang tumbuh secara alami entah apa namanya. Langit yang putih perlahan lahan hilang karena tertutupi dengan rimbun pepohonan, daun daun kering menutupi tanah walaupun demikian terasa nyaman saat diinjak karena menghasilkan suara yang khas. Perjalanan semakin jauh di tanda lumut hijau menutupi pepohonan sebagian sebagian batu batu cadas di sepanjang perjalanan kami.
Sejenak kami beristirahat untuk mengembalikan stamina tubuh yang terkuras, air minum yang awalnya biasa saja namun terasa lebih segar entah karena kehausan atau permukaan semakin tinggi. Setelah beberapa saat, nafas kembali aku atur seraya memandang puncak gunung yang gagah di depan sana, aku baru menyadari ternyata tempat yang tinggi sebentar lagi akan tiba.
Kami kembali melanjutkan perjalanan menelusuri lebatnya hutan belantara, lumut hijau yang menyelimuti pohon yang tebal entah apa namanya, batu yang keras dan terbentang di jalan juga hijau karena lumut itu.
Aku berdiri di jalur track yang tajam serta batu yang runcing sambil melihat ke atas. Setelah itu, nafas ku atur serta memegang retakan batu yang tajam dan basah itu, kaki ku angkat dengan perlahan lahan serta menginjak tonjolan yang terdapat di batu itu. Tanpa terasa matahari hampir imbang dengan kepala ku, yang bersinar antara selah daun yang rimbun, aku kembali memandang embun di ujung daun yang berkilau itu, lumut hijau dan basah serta dipenuhi embun yang indah.
Malam telah tiba, udara dingin seakan akan menusuk sampai ke sumsum tulangku, tenda penginapan yang menjadi tempat berbaring telah siap untuk di gunakan. Setelah Fly Sheet atau terpal Anti air terpasang untuk atas tenda. Kami membagi tugas supaya pekerjaan cepat selesai, ada yang menghidupi api unggun, ada yang mendirikan tenda sedangkan saya sendiri memasak pada saat itu alias koki gunung.
Suhu malam yang dingin mulai terasa ditambah embun malam yang meningkat, angin yang berhembus membuat cabang serta dedaunan bergoyang secara bersamaan bagaikan gerakan bayangan di bawah langit yang berjumlah ribuan bintang, terkadang angin tersebut juga menghampiri tubuh ku, oleh karena itu jaket tebal menjadi kawan sejati yang selalu menemaniku.
Namun api dan bara dari ranting-ranting kayu yang kering, kecil bahkan lembab menjadi penghangat tubuh sementara walaupun mengeluarkan asap yang mengundang perihnya mata, seakan-akan kita terusir dibuat olehnya. Antara menjauh dan mendekat membuat suasana lebih ceria dan penuh kebersamaan yang tiada duanya.
Menikmati secangkir kopi panas diantara pohon yang berlumut, bersama karabat pendakian mungkin menjadi tempat ngopi yang berbeda dengan biasanya.
Aktivitas memasak ketika malam di ketinggian 2930 MDPL yang penuh rasa sungkar antara malas gerak karena kedinginan dan kita sadar bahwa tubuh butuh asupan makanan, oleh karena itu semangat bekerja ditengah kedinginan menjadi tujuan utama bagi semua anggota tim. Setelahmakan malam dengan suhu yang dingin, saya langsung menuju ke perapian yang penuh dengan asap karena kayu keadaan basah, menghangatkan tubuh dengan api unggun dan menikmati kopi panas yang merupakan ngopi yang berbeda pada umumnya.
Tidak lama kemudian, satu persatu mulai masuk tenda karena udara malam yang bercampur embun semakin tinggi, oleh karena itu suasana sangat dingin. Saya juga memutuskan untuk istirahat karena keadaan hampir setengah sadar.
Senang rasanya pada saat menginjak puncak Burni Kelieten, mendaki selama delapan jam yang menjadi kaki pegal dan tangan yang hampir kesemutan serta keringat membasahi bajuku, namun hilang secara dramatis setelah mencapai puncak tersebut.
Cerita antara terjalnya perbukitan, curamnya lembah, udaranya yang sejuk, kicauan jenis unggas atau serangga yang begitu alami serta pemandangan yang indah di alam sana.
Ranting ranting kering yang berjatuhan, daun daun kering yang bertebaran di permukaan merupakan penyediaan alam untuk penghangat tubuh bagi sebagian penikmat petualang.
BY:
Fajri ul
JE.B.09.050.UJG.
Mantap swkali ceritanya
ReplyDelete