Mengingat kutipan
seorang penulis Amerika peraih nobel sastra (
Ernerst Hemingway ) “Olahraga sejati
adalah hanya pendakian gunung, selain adu benteng dan balap mobil. Sedangkan
yang lain hanya permainan. Alasan seorang Ernerst menulis kalimat itu,
karena dalam permainan bola kaki jika seorang penjaga gawang salah
mengantisipasi bola yang dan menyebabkan gol, resiko nya cuma kalah, tapi jika seorang
pendaki terpeleset ke crevasse
di Everest kemungkinan besar akan berujung pada mati. Tapi bagi para petualang alam bebas resiko itu sepadan dengan apa yang di dapatkan bila berhasil “memuncak”. Seorang pengusaha sukses juga seorang pendaki asal AS “ Dick Bass” mengatakan “ kesuksesan dalam bisnis tidak berarti banyak dibandingkan kenikmatan mencapai puncak-puncak tertinggi di Bumi dan petualang adalah panggilan dasar yang di wariskan manusia pertama yang mengelana di bumi”.
di Everest kemungkinan besar akan berujung pada mati. Tapi bagi para petualang alam bebas resiko itu sepadan dengan apa yang di dapatkan bila berhasil “memuncak”. Seorang pengusaha sukses juga seorang pendaki asal AS “ Dick Bass” mengatakan “ kesuksesan dalam bisnis tidak berarti banyak dibandingkan kenikmatan mencapai puncak-puncak tertinggi di Bumi dan petualang adalah panggilan dasar yang di wariskan manusia pertama yang mengelana di bumi”.
Tidaklah berlebihan
hal yang dikatakan pengusaha tersebut, puncak-puncak tinggi dan hutan lebat di
pegunungan yang tidak dengan mudah di jangkau oleh manusia-manusia adalah
tempat “terindah” dan “ter-nyaman” di muka bumi ini bagi manusia dan makhluk
hidup lain. Jauh dari “kerusakan” oleh tangan manusia yang tidak bertanggung
jawab, jauh dari polusi udara yang di sebabkan canggih nya dunia sekarang dan
juga pemandangan indah yang tidak di dapatkan di pinggiran trotoar atau di
pinggir jalan bisa menjadi obat “stress” yang mujarab.
Nah, mungkin dari
tulisan di atas bisa di artikan oleh orang banyak “ petualangan alam bebas” hanya
menjadi kepuasan pribadi semata bagi “si pendaki”, sehingga
dukungan-dukungan moril dan materil susah didapatkan sekarang, tapi sebenarnya
itu adalah anggapan yang salah. Banyak orang tidak tahu bahwa tujuan pendakian
bukan cuma mencari kepuasan pribadi semata tapi mereka “para pendaki” adalah orang yang “berbuat” untuk alam walau sedikit,
melestarikan alam untuk bisa dinikmati orang banyak, jelas kita tahu bahwa
hutan adalah paru-paru dunia untuk kehidupan makhluk hidup dan mereka juga
menulis sesuatu yang baru di media-media, dan bisa mengantisipasi kepunahan
hutan untuk kelangsungan makhluk hidup di muka bumi ini termasuk manusia.
Bukan rahasia lagi
sekarang hutan jadi “objek” pembalakan liar, pembakaran hutan oleh
tangan-tangan jahil yang tidak bertanggung jawab dan tidak sedikit oknum-oknum pejabat
yang bertanggung jawab dan di bayar untuk menjaga kelestarian hutan malah
menjadi pengeksplor dan “pembabat” hutan yang semestinya “dia” berkewajiban
menjaganya, dan juga tidak sedikit “oknum” yang menamakan dirinya “Pencinta
Alam”, dengan slogan “lestarikan alam ini” yang menjadikan dirinya relawan
“penjaga” alam dari kerusakan malah jadi penyumbang sampah-sampah “untuk alam
ku yang malang” yang menyebabkan tanah tidak lagi subur dan tidak lagi alam
kita menjadi “kolam susu” seperti dalam lirik lagu “koes plus”, gunung-gunung
menjadi gundul, tanah-tanah menjadi gembur, hutan juga tidak ada tempat
berpijak lagi dan mengakibatkan resiko terjadi banjir semakin besar yang
menjadi korban adalah perkampungan-perkampungan, yang menanggung akibat
termasuk mereka yang tidak berdosa, ini bukan kutukan tapi bencana yang sering
kita undang.
Kesadaran “kita”
tentang pentingnya menjaga kelestarian alam sekarang hampir tidak ada, banyak
dari “kita” sekarang hanya menjadi “penikmat alam”. dan akhirnya Pertanyaan
besar timbul “Alam ini milik siapa?” “siapa yang berhak dan harus menjaganya?”
Apakah hanya tanggung jawab segelintir orang yang peduli dengan keadaan bumi
yang semakin panas dan semakin rawan bencana atau milik kita semua penduduk
bumi? Jawaban nya ada pada setiap diri “kita” yang punya pikiran, bisa dan mau
berpikir.
Post a Comment